Senin, 09 Oktober 2017

Transaksi non Tunai





Dari bulan Agustus sudah woro-woro tuh perusahaan penyedia jasa jalan tol terbesar di Indonesia, bahwa di akhir Oktober seluruh ruas jalan tol akan menggunakan transaksi non tunai. atas dasar itu, di tiap gerbang tol yang gw lewatin *ruas tol sih sebenernya, pemberlakuannya beda-beda. ada yang berspanduk besar "mulai tanggal xx bulan yy tahun zz gerbang tol abc hanya menerima transaksi non tunai.

tanggapan gw dan mas aa atas hal ini?
gak masyalah.. toh kami berdua sebelumnya juga pengguna angkutan massal yang mewajibkan menggunakan uang elektronik sebagai alat pembayarannya. kereta, transjakarta, gojek.. ketiga moda transportasi yang gw dan mas aa gunakan menggunakan uang elektronik.

secara angkutan massal nya pake uang elektronik, ya sekalian juga sebenernya buat tol. itu membantu banget sebenernya, ngurangin macet banget. asal mobil depan saldo nya cukup buat buka itu pintu tol. klo gak cukup ya pingin marah aja bawaannya. hahaha...



gw sama mas aa bahkan berencana buat beli on board unit. tp kan belum semua gardu tol yang support OBU yakan (cmiiw..)

yang kesel yaaaa, kok tiba2 Bank Indonesia mengeluarkan aturan soal biaya isi ulang uang elektronik coba ya itu, kok terkesan aji mumpung. mumpung perusahaan penyedia jasa jalan tol terbesar maunya pake transaksi non tunai sekarang, jadi mau ga mau pengguna mobil yang lewat tol mesti punya karu uang elektronik, terus jadinya Bank Indonesia bikin isi ulang pake biaya. selama ini sebenernya ada biaya nya sih, misalnya isi e-money atau flazz atau megacash di halte transjakarta, kena biaya Rp. 2.000. klo di Alfamart/Indomaret kena biaya Rp. 1.000 - Rp. 2.000 tegantung kebijakan toko nya. tapi klo di ATM Bank penerbit ga pernah ada biaya.

tapi si BI sekarang bikin biayanya di charge di ATM bank penerbitnya. ya memang cuma Rp. 750,- dan di charge klo isi nya diatas Rp. 200.000,- dan yang dituju juga sebenernya buat pengguna jalan tol -yang punya mobil dong pastinya- tapi cobak pikir, gimana nasib sopir taksi, sopir bis, yang penumpangnya ga punya kartu elektronik, atau si Bapak driver modal sendiri beli kartu elektronik, dengan mobilitas Bapak driver yang tinggi sekali, Rp. 200.000 itu paling seharian. trus udah modal sendiri, biaya Rp. 750 perak tanggung sendiri, belum biaya beli kartu nya (yang normalnya Rp. 20.000 - 25.000 -dengan saldo Rp. 0,- biaya sendiri). cobak yang begitu di pikirin Pak Agus beserta Dewan Gubernur nya

Selain masalah dikenakan biaya saat top up, ada juga di wall facebook yang menyebutkan bahwa kewajiban penggunaan uang elektronik di gardu tol merupakan pemaksaan dan pelanggaran pada hak konsumen yang tidak diperbolehkan memilih metoda pembayaran tunai atau uang elektronik. ini sih menurut gw, yang posting ini pasti ga pernah naik Transjakarta atau Commuter Line Jabodetabek deh. kedua transportasi massal itu sudah duluan "memaksa" pengguna nya menggunakan uang elektronik buat bayar nya. tapi kok kami, pengguna transportasi massal itu ga kepikiran ya klo hak kami untuk memilih metode pembayaran di langgar sama PT KCJ atau PT Transportasi Jakarta. padahal notabene, kami pengguna transportasi massal artinya rakyat kecil dong.. kan ga punya mobil -atau ga sanggup bayar supir buat mengarungi kemacetan Jakarta kota kita yang tercinta..


ada lagi di wall facebook tersayang yang angkat masalah uang mengendap Uang Elektronik. saya pengguna kartu Uang Elektronik kok ga tau yaa ada uang mengendap di Kartu. oke, mungkin ada pengecualian untuk pengguna cmmuter line, yang memang diwajibkan menyisakan saldo sebesar Rp. 11.000 di kartu uang elektronik nya (semua kartu). atau deposit sebesar Rp. 10.000 untu kartu uang elektronik yang harian -itu bisa diuangkan kembali setelah perjalanan selesai, ya itu kebijakan perusahaannya yakan, mereka prevent kekurangan saldo pada saat tap-out.

untuk Transjakarta dan toll bisa sampe nol banget kok saldo nya (TJ bisa, sekitar 2 bulan lalu tol pun masih bisa, sampe sisa saldo gw Rp. 1.200). dibagian mana mengendap nya ya? wong kadang gw bisa ngakalin, top-up sedikit buat di pas-pasin beli rokok mas aa di alfamart, sampe akhirnya saldo nya Rp. 0,- bangets.. -ya emang ga bisa minus sih tu saldo- atau biaya pembelian kartu dianggap uang mengendap?

menurut gw nih yaaa, yang cuma lulusan akademi kejurusan, pendidikan rendah, bahasa inggris gak lancar, ga punya keahlian apa-apa selain kepo, biaya Rp. 20.000 - Rp. 25.000 itu adalah biaya cetak, biaya beli kartu nya, biaya produksi nya, biaya distribusi nya.

kebetulan gw lagi bantuin Mas aa buat urus kartu anggota sebuah komunitas yang sebenernya isinya adalah kartu Uang Elektronik. Mas aa ke Bank penerbit kartu, minta buatin gambar customs sesuai dengan gambar komunitas nya, dan itu kena biaya berjuta-juta rupiah. puluhan jutjut buat bikin gambar uang elektronik yang customs. itu pun gambarnya yang sama, sementara mas aa mau nya ada nomor anggota dan nama anggota nya. jadi mas aa sekarang lagi cari jalan lain buat bikin yang sesuai mau nya mas aa.

iya ngelantur. ya pokoknya maksud gw, itu Indomaret aja bikin e-money yang ada tulisan INDOMARET CARD nya aja, bayar puluhan jutjut. itu baru buat copyrignt nya doang. belum cetak per kartu nya. beneran deh, klo lo bilang Rp. 20.000 sampai Rp. 25.000 itu uang mengendap. menurut gw lo mesti cek ulang ijasah lo deh. you earned that atau you bought that..

tapi serius, gw juga memang butuh pencerahan soal dana mengendap ini. karna sampai tadi pagi pun gw naik TJ, sisa saldo Rp. 10.000 dikuran biaya naik TJ Rp. 3.500 sisanya Rp. 6.500,- dan katanya masih bisa dipake buat nanti pulang kok.

mohon pencerahannya ya, dana apa sih yang mengendap?

Tidak ada komentar: